Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Oleh Khabibul Khairi S. Pd. I dan Arina Wahyuni S. Pd. I

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
        Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimanakah Pengertian kontruktivisme ?
2.         Bagaimanakah Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget ?
3.         Bagaimanakah Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky ?
4.         Bagaimanakah Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran ?
5.         Bagaimanakah Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme ?
6.         Bagaimanakah Konsep Dasar Konstruktivisme ?
7.         Bagaimanakah Model Pembelajaran Konstruktivisme ?
8.         Bagaimanakah Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas ?
9.         Bagaimanakah Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme ?
10.     Bagaimanakah Materi, Strategi, dan Evaluasi di Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Perspektif Teori Kontruktivisme ?
C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian kontruktivisme.
2.      Untuk mengetahui Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
3.      Untuk mengetahui Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
4.      Untuk mengetahui Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
5.      Untuk mengetahui Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
6.      Untuk mengetahui Konsep Dasar Konstruktivisme
7.      Untuk mengetahui Model Pembelajaran Konstruktivisme
8.      Untuk mengetahui Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas
9.      Untuk mengetahui Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme
10.  Untuk mengetahui Materi, Strategi, dan Evaluasi di Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Perspektif Teori Kontruktivisme.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian
Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan  yang berpendapat bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari orang yang sedang belajar. Maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya sendiri. Kukla secara tegas menyatakan bahwa sesungguhnya setiap orang adalah konstruktivis. Pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada disana” dan tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus-menerus dari orang yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman yang baru.
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Teori konstruktivisme memiliki akar sejarah yang berujung pada piaget dan vygotsky, dua tokoh yang menekankan bahwa perubahan kognitif niscaya terjadi ketika konsepsi lama berlalu dalam proses ketidakseimbangan dengan informasi baru. Selain itu, keduanya juga menekankan pentingnya pembelajaran social (social nature learning) dan pemanfaatan pembelajaran berbasis kemampuan campuran (mixed-ability learning) untuk mendukung terjadinya perubahan konseptual.
Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan mengkontruksinya.
Von glasserferld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah tiruan dari kenyataan (realitas). Bagi konstruktivisme, pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengalaman dan apa yang mereka percayai sebagai realitas.
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Konstruktivisme dibedakan tiga macam berdasarkan siapa atau apa yang menentukan dalam pembentukan pengetahuan. Pertama, konstruktivisme psikologis personal yang lebih menekankan bahwa pribadi seseorang sendirilah yang mengkonstruksi pengetahuan. Kedua, konstruktivisme sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan. Ketiga, sosiokulturalisme yang menggunakan keduanya, yaitu konstruksi personal dan social, bahwa dalam pembentukan  pengetahuan kedua aspek itu berkaitan.
B.       Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
1.         Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
2.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
3.      Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4.      Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.     
C.      Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin  ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
1.         Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin, peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
2.         Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka, yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
D.   Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut:
1)      tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2)      kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
3)      peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a.       menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan.
b.      pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata
c.       pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai
d.      memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran
e.       pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik
f.        pembelajaran menggunakan barbagia sarana
g.      melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik.
E.   Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1)        Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2)        Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3)        Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4)        Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5)        Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6)        Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7)        Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8)        Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9)        Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10)    Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses  pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis.
F.   Konsep Dasar Konstruktivisme
Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme antara lain:
a.    Siswa Sebagai Individu yang Unik
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan individu yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik pula. Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan keunikan dan kompleksitas pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan memberi penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.
b.      Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri )
Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu dalam situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya sebagai hasil belajar atau karena motivasi eksternal yang lain, misalnya dari guru atau orang tuanya.
c.       Tanggung Jawab Pembelajaran
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif. Disini para pembelajar mencari makna dan akan mencoba mencari keteraturan dari berbagai kejadian yang ada di dunia, bahkan seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
d.      Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
e.       Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
f.        Kolaborasi Antar pembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
g.      Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Jadi pada konsep ini ketika diterapkan dalam sebuah pembelajaran, maka guru memberikan materi kepada murid secara bertahap atau bertingkat yaitu dari yang mudah sampai kepada tahap yang sulit.
G.   Model Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cacing tanah, Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
1.         Fase Eksplorasi
a.    Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau  ketahui tentang cacing tanah?”.
b.    Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
c.    Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
2.      Fase Klarifikasi
a.    Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
b.    Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
c.    Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
d.    Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
e.    Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
f.     Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
3.      Fase Aplikasi
a.    Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
b.    Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
c.    Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.
H.   Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas:
a.         Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
b.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c.       Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
d.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
e.       Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
f.        Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
I.   Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme
a.        Keunggulan Model kontruktivisme
1.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3.      Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5.      Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6.      Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b.   Kelemahan Model Konstruktivisme
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
1.      Siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, tidak jarang bahwa konstruksi siswa tidak cocok dengan pembangunan ilmuwan yang menyebabkan kesalahpahaman.
2.      Konstruktivisme pengetahuan kita menanamkan bahwa siswa membangun sendiri, hal ini pasti memakan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda.
3.      Situasi dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
J. Materi, Strategi, dan Evaluasi di Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Perspektif Teori Kontruktivisme 
1.      Materi dan Strategi
Pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan model bahan ajar berbasis konstrutivisme ini, guru menggunakan metode dan teknik yang beragam.
a.       Pada pengajaran Mufrodat (Kosa Kata) guru atau fasilitator menggunakan Direct Method dengan menghindari semaksimal mungkin bahasa ibu dalam pemaknaan kata atau kalimat. Teknik pembelajaran aktif Inquiry digunakan guru atau guna merangsang aktifitas peserta didik. Contoh materi pembelajarannya adalah kosa kata tentang  اعضاء الجسم  (Anggota Tubuh). Maka contoh prosesnya adalah Pertama, guru memberikan materi anggota tubuh dari tingkat yang paling mudah yaitu anggota tubuh yang berkaitan dengan panca indra, seperti mata sebagai indra penglihatan, telinga sebagai indra pendengaran, hidung sebagai indra penciuman, lidah sebagai indra pengecap, kulit sebagai indra peraba. Kedua, guru memberikan materi kepada tingkat sedang yaitu anggota tubuh bagian luar selain panca indra, seperti rambut, pipi, dahi, dagu, leher, jari-jari, tangan, kaki, lutut. Ketiga, guru memberikan materi anggota tubuh kepada tingkat yang sulit yaitu anggota tubuh bagian dalam, seperti jantung, paru-paru, limpa, usus, hati. Dari  materi-materi yang diberikan guru kepada murid, murid dituntut lebih aktif dan dapat mengkonstruksikan pengetahuannya dibantu dengan kamus guna mempermudah proses pembelajaran. Kemudian diakhir pembelajaran guru meluruskan pemahaman-pemahaman murid yang salah tentang materi tersebut.
b.      Pada pengajaran Kalam (berbicara) guru menggunakan teknik Cooperative Learning yaitu pembelajaran dengan membagi peserta didik kedalam kelomok-kelompok kecil untuk saling diskusi, saling tanya jawab dan mempresentasikan atau melakukan pengungkapan kata atau kalimat dalam bahasa Arab, Contoh materi pembelajarannya adalah hiwar tentang المدرسة (madrasah/sekolah).
c.       Pada pengajaran Qira’ah guru menggunakan metode Qawaid Wa Tarjamah (Grammar Translation Method). Dalam proses ini peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks yang ada dalam buku model. Pengajaran dimulai dengan memperdengarkan sederet bacaan dan meminta peserta didik untuk mengikuti dengan suara lantang. Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga seluruh peserta didik mendapat giliran. Setelah itu peserta didik yang dianggap paling bisa untuk menterjemahkan selanjutnya diarahkan untuk pemahaman gramatika terjemah. Contoh materi pembelajarnnya teks bahasa arab tentang الهواية (Hobi).
            Selama proses pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan model bahan ajar berbasis konstruktivisme ini peserta didik tampak riang, senang dan bergairah. Hal ini ditunjukkan oleh sikap antusias mereka selama pelajaran berlangsung. Kondisi inilah kemudian menjadikan kemampuan berbahasa Arab mereka meningkat signifikan.
2.      Evaluasi 
       Evaluasi menurut teori konstruktivistik, menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan ketrampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata, evaluasi menggali munculnya berfikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban yang benar. Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada ketrampilan proses dalam kelompok.

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

B.       PENUTUP
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan senantiasa diberikan kemudahan oleh allah swt. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami senantiasa meminta saran dan kritik yang sifatnya membangun  kepada semua pihak guna kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya kepada penulis dan umumnya bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Akla, Bahan Ajar Bahasa Arab dengan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme (Pengembangan Model Pada Madrasah Tsanawiyah),  Jurnal: Tapis Vol.15, No. 02 Juli-    Desember 2015.
Dalyono, Psokologi pendidikan , (Jakarta: PT Rineka Cipta), 2009.
Ormrod, Jeanne, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta:        Erlangga), 2008.
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius), 2001.
Ratna Wilisdahar,  Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran , (Bandung: Erlangga), 2006.
Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2         (Jakarta: Rajawali Press, 2012).
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan , (Jakarta: PT      Rineka Cipta), 1998.
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme Dan Vct Sebagai Inovasi Teori             Pembelajaran Afektif, (Jakarta: Rajawali Press Cetakan II), 2013.
Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (Bandung,: PT Remaja         Rosdakarya), 2011.
Umi Machmudah, dkk, Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi   (Jakarta:Kencana,2005.


FILE ASLI
DOWNLOAD